Yeah!!! I'm a Winner!!! ^_^
And We (my classmates) are the winner!
say: "cheese!!!!!" ^_^
Rabu, 15 Agustus 2012
Selasa, 14 Agustus 2012
Air Terjun Dlundung, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur
Air terjun Dlundung di Trawas, Pansaan, Kab. Pasuruan, Jawa Timur merupakan salah satu tempat wisata yang menjanjikan kesejukan dan ketenangan bagi kita yang mnyukai air. Alaminya membuat kita yang punya hobi hunting foto bisa mengeksplor keahlian kita dan menimbulkan kepuasan tersendiri :) Visit it!
12 Angka Dari Alif Lam Jalalah_Puisi
12 Angka dari Alif Lam Jalalah
Suci Ika Yuniati_siy
A – k
– u
K
– a –
u
Bersama
dalam diri
Menanti
jarum ber-
Henti, Apa
kata diri,
“mati”…….
K – a – u
A –
k – u
Berdua
dalam hati
Menunggu ikrar suci
Apa kata
diri, “jadi”
A k u – K a u
Mengatasnamai
hati pada Alif Lam Jalalah yang
bertemu dengan ha’ dhomir Entah ridho atau
penyakit
hati
Dalam janji, ikrar
dan garansi…Meliputi
cinta
yang duniawi
atau
abadi
Waktu penentu hari
Allah
pemasti hati… “IYA,
atau TIDAK”di Bumi –
YAKIN, atau TIDAK di alam ini – IKHLAS, atau TIDAK di akhirat-
nanti.. Waktu, elemen penentu” Sewaktu-waktu.. Kan diam
kekal … Membawa
kita menuju rahim gelap kematian……..…
menyesal me –
nung – gu ke – aba –
di – an
By: Suci Ika Yuniati_siy
Naskah Drama_Legenda Danau Ranu
LEGENDA DANAU RANU
By: Suci Ika
Yuniati_siy
ADEGAN 1
(Setting
panggung kosong. Suasana desa pada pagi hari. Musik kicauan burung).
Di suatu desa yang subur dan makmur…
Anak
1 : “Teman – temanku
kemana ya? Kok nggak ada semua??? Aku kan pengen main??”
Anak
2 & 3 : “Hay…. Hay… Siti….
Kita main yuk… “
Anak
1 : “Ayuukkk….”
Anak
2 : “Kita main apa??”
Anak
3 : “Main bendan
aja… Ayo kamu yang gambar bendan*nya!!”
Anak
2 : (menggambar)
Anak
1,2,3 : “Hompimpah alaihom
gambreng...”
Anak
2 : “Yee… Aku giliran
pertama”
Anak
1 : “Aku kedua...”
Anak
3 : “Yaaahhh... Aku yang
terakhir...”
Anak
2 : (melempar kelereng)
“huhuhu… kok meleset sih?”
Anak
1 : “Aahhh… Sini-sini! Sekarang
ganti aku yang main...” (lalu main)
“Yee...kelerengnya nggak meleset…”
Anak
3 : (menjegal kaki anak1)
Anak
1 : (jatuh karena
terjegal kaki anak3), (menangis) “hu.u.u.u…. ”
Anak
2 & 3 : “Ihh...kasian…
kasian...”
Anak1:
“Huu.u.u.u… Kalian jahat…”
Beberapa detik kemudian emak-emak datang setelah mendengar
keributan dari anak-anak mereka.
Emak
1 : (datang menghampiri
anak1)
“Lho,lho, lho kenapa kamu nangis,nduk?? Sudah dibilangin nggak
usah main tapi kok tetap saja…
sini-sini sama emak, nduk…”
Anak
1 : “Iya, mak...”
Emak
2 : (menghampiri anak2)
“Kamu tidak apa-apa,nduk? Tadi siapa yang
nangis?”
Anak
2 : “Itu tadi si cengeng
yang nangis,mak...”
Emak
2 : “Ya sudah kalian
lanjutkan mainnya, emak mau nampeni beras sama mak Muna.”
Anak2
: “Iya,mak… “
(2
anak tetap melanjutkan main, dan anak 1 duduk bersama ibunya sambil menangis)
Emak
2 : (menghampiri emak 3)
“Yu’,,sekarang
ini harga beras kok semakin mahal ya?? Masa’ satu kilonya Rp.15.000. suami saya
itu lho makan satu kilo dihabisin,yu’...”
Emak
3 : “Astaghfirulloh,yu’… Itu
laper atau rakus ya?”
Beberapa detik kemudian……
Bapak
2 : (menghampiri emak2)
“Bu’,bapak berangkat ke sawah dulu ya… Assalamu’alaikum...”
Emak
2 : “Iya pak, waalaikum
salam… Hati-hati,pak...”
Bapak
3 : (menghampiri emak3)
“Bapak juga berangkat,bu’...”
Emak
3 : “Iya, pak hati-hati…”
Emak
2 : “Hehe... Eh yu’ udah
siang nih… Kita pulang sekarang saja yu’…”
Emak
3 : “iya,yu’...”
Emak
2 : “Nuurr... ayo kita
pulang sekarang...”
Anak
2 : “Iya,maaakk...”
Anak-anak dan emak kembali ke rumah.
***
ADEGAN 2
Di istana….
Si
Mbah : (khusu’ bertapa)
Lima dayang menari beberapa menit sebagai bentuk penghormatan terhadap si Mbah. Setelah
selesai menari, para dayang segera menuju dapur memasak makanan untuk si Mbah.
Endang
Sukarni : “Dayang-dayang, sekarang
kita masak ya untuk si Mbah?”
(dayang 1)
Odah
(dayang 2): “Iya endang.”
Endang
: “Baiklah
ayo sekarang kita mulai... “
Para dayang memasak… beberapa menit kemudian masakan telah
matang.
Endang
: “Yani,
sekarang kita antarkan makanan ini pada si Mbah...”
Yani
(dayang 3) : (berdiri) “iya, Endang…”
Mereka menghampiri si Mbah yang sedang khusu’ bertapa.
Endang
: “Mbah, ini makanannya sudah siap”.
Si
Mbah : “Letakkan saja di
situ...”
Yani : (meletakkan makanan
di depan si Mbah)
Si
Mbah : “Yani, tolong
tinggalkan aku dan Endang sendiri disini...”
Yani : “Baik, si Mbah…”
(berlalu meninggalkan mereka berdua dan kembali ke dapur).
Endang
: “Ada hal
apakah sehingga si Mbah meminta saya tanpa dayang Yani disini?”
Si Mbah :
“Begini Endang, sebenarnya selama ini aku jatuh cinta padamu. Dan aku akan memberikan
sesuatu untukmu.”
Endang
: “Terimakasih,si
Mbah...”
Si
Mbah : “Ini...aku beri kamu
sebuah pisau berpita merah... Pisau ini sakti, namun kau harus berhati-hati
meletakkannya. Jangan kau letakkan pisau ini di atas pangkuanmu. Karena jika
kau meletakkannya di atas pangkuanmu, maka kau akan melahirkan bayi naga.”
Endang : “Baik,si Mbah.... Terimakasih…
Endang akan berusaha menjaga pisau ini
baik-baik.”
Si
Mbah : “Baiklah, sekarang
panggil dayang-dayang yang lain untuk memandikanku.”
Endang : “Baik si Mbah...”
Endang : “Dayang-dayang, sekarang kita
diperintah oleh si Mbah untuk memandikannya.”
Dayang-dayang
: (serempak)
“Iya,Endang…”
(Dayang-dayang
menjemput si Mbah untuk dimandikan).
***
ADEGAN 3
Keesokan harinya…
Endang : “Dayang-dayang, hari ini kita
masak urap-urap* ya?”
Dayang-dayang : “Iya…” (serempak)
Mereka semua sibuk memasak. Endang Sukarni menggunakan
pisau yang diberikan oleh si mbah.
Tiba-tiba……
Endang : “Dayang Odah, bisa kau
bersihkan keringatku? Tanganku yang ini kotor.”
Odah
(dayang2 ): “Tanganku juga kotor, dayang… Pakai tanganmu yang satunya saja.”
Endang :
(meletakkan pisau di atas pangkuannya dan mengusap keringat menggunakan tangan
kanannya. Kemudian berdiri sambil memegang perutnya)
“Dayang,perutku kenapa?? Dayang,perutku sakiiiiittttt.”
Endang terjatuh dan para dayang panik. 2 dayang membopong
Endang ke kamarnya dan 2 dayang lain tetap berada di tempat.
Inem
(Dayang 5): “Mayang, apa yang terjadi dengan Endang?”
Mayang
(Dayang 4): “Aku tidak tahu,dayang. Aku tidak mengerti kenapa tadi dia
tiba-tiba seperti itu.”
Tiba-tiba si Mbah datang…...
Si
Mbah : “Dayang, tadi aku
mendengar suara jeritan, apa yang terjadi?”
Dayang
5 : (memberi penghormatan)
“Tadi Endang tiba-tiba menjerit kesakitan,si Mbah... Setelah
ia memotong-motong saat memasak.”
Si
Mbah : “Memotong
menggunakan pisau apa?”
Dayang
5 : “Menggunakan pisau yang
ada pita merahnya,si Mbah.”
Si
Mbah : “Dasar Endang!!
Sudah kubilang jangan meletakkan pisau itu sembarangan,pasti dia meletakkan di
atas pangkuannya. Ya sudah,ayo sekarang kita tengok endang.”
***
ADEGAN 4
Di kamar…
Endang :
“Kenapa hamil ini begitu menyakitkan? Aku tidak kuat. Hamil ini tidak seperti
orang biasanya. Perutku sakit sekali.”
Tiba-tiba si Mbah datang…
Si
Mbah : “Dasar kamu!! Kan
sudah ku bilang hati-hati meletakkan pisau itu...”
Endang : “Tapi saya lupa… Saya tidak
sengaja meletakkan pisau itu di atas pangkuan saya.
Si
Mbah : “Alahh...tidak ada
kata lupa!!! Semua sudah terlanjur. Sekarang kau akan mendapat hukumannya. Kau
akan melahirkan bayi naga.”
Endang : “Tidak bisakah si Mbah
menghilangkan kutukan ini??”
Si
Mbah : “Tidak bisa!!!!”
Endang :
“Tolonglah si Mbah,, tolooong!!!!! Perutku sakit sekali. Sepertinya saya mau
melahirkan si Mbah….”
Si
Mbah : “Dayang….!!! Cepat
ke sini. Bantu Endang melahirkan!!!”
Para Dayang datang membawa peralatan persalinan dan mempersiapkan
persalinan Endang).
Dayang
2 : (memangku kepala Endang)
Dayang 3 :
(bertugas sebagai bidan)
Dayang
4 & 5 : (menyiapkan kain
pembatas)
Dayang
3 : “Ayo Endang... .Sedikit
lagi... Tarik nafas... Buang...”
Endang : “Hmmff… Hhuuuffftt… Haahhh...”
Dayang
3 : “Ya,bagus. Seperti
itu,Endang.”
Endang : “Hhuuuffftthh…
Aaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrgghhhhhh…...”
“hhoooaaa…ooeeekkk… ooeeeeekkkk…...”
Lahirlah seorang bayi dari Endang Sukarni
Si
Mbah : “Dayang,apa jenis
kelaminnya?”
Dayang
3 : “Laki-laki, si Mbah…”
Si
Mbah : “Endang, akan kau
beri nama siapa anakmu ini??”
Endang : “Akan saya beri nama Joko
Baru, si Mbah...”
Si
Mbah : “Aku punya sesuatu
untuk anakmu, Endang.” (memberikan sebuah klinthingan).
Endang :
“Apa ini,si Mbah??”
Si Mbah :
“Ini adalah sebuah klinthingan*. Klinthingan ini bisa melindungi
anakmu. Meskipun ia nanti dibunuh, namun ia takkan mati. Dan pakaikanlah pada
kaki anakmu.”
Endang
: “Baiklah,
terimakasih si Mbah…”
***
ADEGAN 5
Di desa…
Bapak-bapak
sedang bekerja memotong kayu, dan ada juga yang menguliti kayu.Emak dan
anak-anak sedang berkumpul… Ngerumpi sambil mencari kutu anak mereka
masing-masing.
Tiba-tiba….
Emak 2 :
(berbisik-bisik) “eh,yu’,,yu’,,yu’... lihat deh siapa yang lewat? Itu kan dayangnya
si Mbah.”
Emak
3 : “Eh, iya ya, ngapain
dia disini? Dan itu... yang sama dia itu siapa?”
Emak
2 : “Nggak tahu,yu’... Bentar,
akan ku liat dia…”
Emak
3 : “Iya,yu’...”
Emak
2 : “Ehh…dayang,, dayang…
(menghampiri Endang)
“Dayang mau kemana?”
Endang : “Saya mau ke sungai,
memandikan ini” (menunjuk anak di sampingnya)
Emak2 : “Eehh... Ini siapa,dayang?”
Endang : “Ini anak saya... Namanya
Joko Baru.”
Joko
Baru : “Caya Joko baluuuu….” (ucapnya masih tidak lantang dalam berbicara)
Emak 2 :
“Waahhh... Lucunya yah... Lho kok ada klinthingannya?? Bagus banget… Gimana
kalo kita panggil Baru Klinthing saja…?”
Endang : “Iya,boleh... Baru Klinthing.”
Emak
2 : “Cakepnya yah anak
ini”
(lalu membalikkan badan Baru Klinthing,tiba-tiba
kaget)
“Hahhh??? Ini apa??? Sisik...??
Bapak-bapak, Ibu-ibu ada manusia bersisik!!!!!!!”
Bapak
– bapak & Ibu-ibu : “Mana-mana…?” (ribut melihat manusia bersisik)
Emak
2 : “Ini...ini, anaknya
si Dayang mempunyai sisik... pasti dia anak siluman...”
Bapak
1 : “Iya
benar. Ayo kita hajar siluman ini!!!”
Bapak
2, 3, 4 : “Ayo-ayo!!!! Kita serbu
dia!!!” (mengeroyok Baru Klinthing)
Endang :
(tangannya dipegang oleh ibu-ibu) “Jangaaaaaan… Jangan pukuli anak saya…!!!”
(meronta-ronta) “Jangaaaaannnn!!!….”
Bapak
– bapak : (tetap menghajar Baru
Klinthing)
Di tengah keributan tersebut, tiba-tiba datanglah pak
Kades…
Kades : “Tenang,tenang!!! Ada apa
ini??? Kenapa semuanya ribut-ribut???!!!”
Bapak
1 : “Ini
pak… Dayangnya si Mbah melahirkan anak siluman!!!”
Bapak
2, 3, 4 : “iya pak. Benar, benar,
benar!!!” (menunjuk Baru Klinthing)
Baru
Klinthing : (terkapar)
Kades : “Tenang!!! Tenang!!!
Tenang semuanya!!! Dayang,apa benar ini anakmu?”
Endang :
(berlutut pada kades) “Benar,pak... itu anak saya... tolong jangan sakiti dia.
Tolong,pak...”
KadeS :
“Begini saja, kami akan membiarkan kamu dan anakmu tetap hidup asalkan dengan
satu syarat!!!”
Endang :
“Apa syaratnya,pak?”
Kades : “Kau buang anakmu ini ke
hutan!!!”
Endang : “Buang,pak??? Apa tidak ada
cara lain,pak?”
Kades : “Tidak!!!”
Endang : “Kenapa harus di hutan,pak??
Kami ingin tinggal disini?”
Kades : “Sudah!!! Sudah!!! Bubar
semuanya!! Ayo, pulang!!!! Pulang, pulang!!!”
Semua warga bubar dan pulang ke rumah masing-masing,
kecuali Endang dan anaknya.
Endang :
(menghampiri anaknya yang terkapar)
“Anakku,,maafkan ibu nak. Ibu harus membuangmu ke Hutan. Agar
kamu tetap hidup. Tak apa-apa ya nak,ya??”
Baru
Klinthing : (berusaha bangun)
Endang : “Pelan-pelan,nak…”
***
ADEGAN 6
Di hutan… Baru Klinthing sudah tumbuh menjadi naga dewasa… Ia hidup sendirian di hutan,, sampai pada
suatu hari ada lelaki tua yang buta…
Pak Parmin :
(berjalan membawa tongkat sebagai petunjuk,mencari tempat duduk) “tek, tek,
tek… nah,akhirnya ketemu tempat duduknya” (diam sejenak) “andai saja aku bisa
melihat, pasti hidupku akan lebih bahagia...”
Baru
Klinthing : “Aku bisa mewujudkannya,pak
tua...”
Pak
Parmin : “Hah…. Ssi...siapa itu?
Suara siapa itu??”
Baru Klinthing : “Aku adalah naga yang sedang kau duduki saat ini. Aku bisa
menyembuhkan matamu, pak tua...”
Pak
Parmin : “Benarkah??”
Baru
Klinthing : “Benar, tapi dengan satu
syarat.”
Pak
Parmin : “Apa syaratnya?”
Baru Klinthing : “Kamu tidak boleh mengatakan pada siapa pun kalau aku yang
menyembuhkan matamu.”
Pak
Parmin : “Baiklah. Aku janji tak
akan mengatakannya pada siapapun.”
Baru Klinthing : “baiklah, kalau begitu ambillah satu sisikku dan usapkan pada
kedua matamu,pak tua!!!”
Pak Parmin : (mengambil satu sisik naga kemudian
mengusapkan ke kedua matanya)
Baru
Klinthing : “Bagaimana pak tua?”
Pak
Parmin : “Wahh... Aku bisa melihat...
Terimakasih, naga...”
Baru
Klinthing : “Tapi ingat janjimu!!!!”
Pak
Parmin : “Iya,naga. Terimakasih...”
***
ADEGAN 7
Di desa… Kehidupan berlangsung seperti biasa… Bapak-bapak
bekerja bersama, anak-anak bermain di sekitarnya...
Anak
1 : “eh, main...
teman-teman”
Anak
3 : “Pur sepuran, ndog
endog’an*… ayo kamu yang kena”
Anak
2 : “Iihhh... Kok kena
sihh???”
Anak
1 : “Main,main... Aku mau
ikutan main,, aku kok nggak diajak sih??!!”
Anak
3 : “Ya, ayo kalo mau
ikutan... sini. Jangan cengeng...”
Tiba-tiba….
“Krincing,
krincing….krincing...”
Anak
2 : “Teman-teman,suara
apa tadi ya?”
Anak 3 :
“Sepertinya suara koin jatuh…” (menegok ke sumber suara)
“Ehh...hah... temen-temen, itu kan... pak parmin?”
Anak 2 :
“Iya, itu kan pak parmin yang buta? Sekarang kok bisa melihat?” (berlari
menghampiri bapak)
“Bapaaakkk,,bapak... Pak Parmin bisa
melihat... Pak Parmin bisa melihat…”
Bapak
2 : “Bapak-bapak,
pak Parmin bisa melihat!!!”
Bapak
1, 3, 4 : (mendekati pak Parmin)
Bapak
3 : “Pak Parmin,kenapa
bapak tiba-tiba bisa melihat?? Dulu bapak kan buta?”
Bapak
4 : “Pasti pakai
dukun ya!!!”
Bapak
1 : “Iya,benar…
Pasti pakai dukun!!! Ayo ngaku saja,paakk”
Pak
Parmin : “Tidak... Saya nggak pake
dukun.”
Bapak
3 : “Lalu
pakai apa?”
Pak
Parmin : “Hmmm… Sebenarnya saya… Mata
saya disembuhkan oleh naga.”
Bapak
3 : “Naga
apa?? Pasti pak Parmin bohong!!!”
Bapak
1 : “Iya,
pasti pak parmin bohong. Ayo kita pukuli dia!!!”
Bapak
2 : “Iya,ayo!!!”
Pak Parmin dikeroyok oleh bapak-bapak.
Tiba-tiba…
Kades : “Diam!!!! Diam!!! Ada apa
ini?? Sesama Warga kok tidak bisa rukun!! ”
Bapak
3 : “Ini
pak. Pak parmin bilang ada naga yang bisa menyembukan matanya!!”
Bapak
2 : “Pasti
dia bohong,pak!!!”
Pak
Parmin : “Tidak,pak... Saya tidak
bohong...”
Kades :
“Ya sudah, pak Parmin pulang saja. Bapak-bapak juga segera pulang ke rumah,
panggil ibu-ibu untuk datang ke sini. Sebentar lagi saya akan memberikan
pengumuman.”
Bapak
– bapak : (serempak) “Iya,pak...”
Bapak 1, 2, 3 : “Ibuuu…. Ayo keluar!!! Dipanggil pak Kades!!! Pak kades mau
memberi pengumuman!!!”
Emak
– emak : “Iya,paaaakkkk” (serempak)
Kades :
“Terimakasih, bapak-bapak dan ibu-ibu sudah berkenan kumpul dalam acara ini. Sekarang
saya akan memberikan pengumuman. Sebentar lagi kita akan mengadakan Selamatan
Desa. Bapak-bapak diharapkan untuk mencari hewan buruan di hutan. Untuk
ibu-ibunya nanti memasak hewan hasil buruan tersebut. Dan anak-anaknya membantu
ibunya di dapur.”
Bapak,
ibu, anak: (serempak) “Iya,pak Kades….”
***
ADEGAN 8
Di hutan….
Bapak
3 : “Bagaimana,pak?
Sudah dapat hewan buruannya?”
Bapak
2 : “Belum,pak...
Saya sudah keliling hutan ini, tapi tetap saja belum menemukan. Kalau bapak
gimana?? Belum ketemu juga??”
Bapak
1 : “Iya,sama.
Saya juga belum nemu,pak…”
Bapak
4 : “Ya
sudahlah daripada ribut, lebihbaik kita duduk disini saja dulu. Istirahat
sebentar.”
Bapak 2 :
“Iya,pak. Benar. Lelah sekali hari ini...” (tangan mengusap keringat yang ada
di dahi. Setelah itu, tangannya tiba-tiba menyentuh sesuatu)
“Bapak-bapak, coba lihat ini?”
Bapak
1 : “Hah?
Naga? Besar sekaliiii”
Bapak
3 : “Pak,pak...
Jangan-jangan ini naga yang diceritakan pak parmin waktu itu...”
Bapak
4 : “iIya,kemungkinan
besar seperti itu...”
Bapak 3 :
“Bagaimana kalau kita bunuh saja naga ini. Kita serahkan kepada pak kades untuk
selamatan desa nanti. Bagaimana?? Setuju??”
Bapak
1, 2, 4 : “SETUJUUU…”
Bapak
3 : “Ssssssstttttt……
Jangan ramai-ramai,pak... Nanti naganya bangun.”
Bapak
2 : “Baiklah,ayo
sekarang kita potong dulu lehernya, agar dia tidak kabur.”
Bapak
2, 3, 4 : (memegang kaki naga, agar
tidak kabur)
Bapak
1 :
(memotong leher) “Sudah,pak. Ayo kita bawa ke rumah.”
Bapak
2, 3 ,4 : (membawa naga tersebut ke
desa) “Pak kades, kami sudah dapat hewan buruannya.”
Kades : “Baiklah, segeralah kalian
olah daging naga tersebut menjadi mekanan yang lezat.”
Bapak
2, 3, 4 : “Baik,pak” (membawa naga
itu ke rumah).
***
ADEGAN 9
Di acara selamatan desa… Pak kades,bapak-bapak,ibu-ibu
serta pak Parmin berkumpul di pendopo desa)
Pak Kades : “Ibu Halimah,tolong undang juga si
Mbah dan dayang-dayangnya!”
Ibu
Halimah : “Baik,pak kades.” (pergi
ke tempat si Mbah)
Beberapa menit kemudian, yang diundang telah datang dan
berkumpul bersama warga lain.
Pak
kades : “Assalamualaikum
wr.wb….”
Semua
warga : “Wa’alaikumsalam wr.wb….”
Pak kades :
“Terima kasih bapak-bapak, ibu-ibu, dayang dan si Mbah telah hadir dalam
selamatan ini. Untuk mengawali acara ini mari kita menyanyikan lagu
tradisional.”
Bapak-bapak
mulai memukul alat musik yang telah disiapkan sedangkan yang lain menyanyi lagu
“Fajar Lagu”*
Pak Kades :
“ Untuk acara selanjutnya adalah pembacaan do’a yang akan di pimpin oleh Bpk.
Kartono.”
Pak Kartono
(bapak 2): “Bismillahirrohmanirrohim…... alhamdulillahirobbil alamin...”
Pak Kades : “Acara selanjutnya pembagian
hidangan. Ibu-ibu, silahkan dibagi hidangannya….”
Ibu
Halimah : (membagi hidangan)
Semua
warga : (makan hidangan yang telah
dibagikan)
Anak
2 : “Mak, kok enak sekali
makanannya. Ini daging apa,mak?”
Ibu
2 : “Tidak tahu.
Tanyakan bapak saja…! Bapak,ini daging apa kok enak,pak???”
Bapak
2 : “Ini
daging naga di hutan….”
Endang :
(kaget) “Apa??!!! daging naga di hutan???? Kalian ini bodoh atau bagaimana??
Kalian kan tahu, naga itu adalah anak saya….!!!!!”
Baru
Klinthing : (muncul)
“Wahahahahahaha…. Aku,, Joko Baru, Baru Klinthing… kau,kau,
dan kau (menunjuk bapak-bapak),yang telah membunuhku!!!! Dan sekarang aku yang
telah membunuh kalian semua!!!!!”
Semua
warga : (takut) “Aaahhhhhhhhhhhhhh”
Pak Kades : “Bapak-bapak, ayo, bunuh dia!!!!”
Bapak
– bapak : (berdiri dan bersiap untuk
menyerang)
Baru Klinthing : “Tunggu!!!!! Kalian boleh membunuhku tapi dengan satu
syarat!!!!” (menancapkan lidi ke tanah)
“Siapa yang bias mencabut lidi ini, dia
yang boleh membunuhku!!!!”
Pak
Kades : “Hanya sebatang lidi
ini???” (maju mencabut lidi, menyerah)
Baru
Klinthing : “Hahahaha…”
Bapak
3 : “Saya
akan mencoba!!!!” (mencoba mencabut)
“Bapak-bapak,bisa bantu saya!!!!”
Bapak
1, 2, 4 : “Baik pak...” (membantu
bapak3)
Semua
bapak : (berusaha mencabut dengan
sekuat tenaga kemudian bapak2 terjatuh)
Bapak
3 : “Bapak-bapak
saja tidak bisa. Apalagi ibu-ibu???”
Endang : “Aku bisa!!!” (berdiri,lalu
maju)
Bapak
3 : “Mana mungkin
bisa kau mencabutnya???”
Kades : “Sombong!!!”
Baru
Klinthing : (menghampiri Endang) “Emak???”
Endang : (maju mendekati lidi)
Semua
warga : (tegang)
Endang : (memegang dan berhasil
mencabut lidi)
Tiba-tiba air keluar dari tanah tempat lidi tersebut
tertancap…. Semakin lama air semakin banyak hingga menenggelamkan semua warga… Dan
tempat tersebut menjadi sebuah danau yang diberi nama danau Ranu...
Konon, sampai saat ini, Endang Sukarni dan Baru Klinthing
menjadi penguasa danau Ranu…. Dan semua warga menjadi ikan lempuk*.
Sebatang Kemudi Kehidupan_cerpen
SEBATANG KEMUDI KEHIDUPAN
10/11 2011 ; 07.51:4’
Suci
Ika Yuniati_siy
Jalan… Ia berjalan dan berjalan…
Berjalan dengan beban kehidupan yang menghiasi di pundaknya. Berjalan dengan
prinsip “Yang Rajin Kan Bertahan”. Apa yang ia dapat? Upah? “Tak sebanding”.
Belum lagi caci dan maki yang datang dan pergi.
Dia, tubuh rentan menua. Kulit
mengapal, kaku teraba. Kecil di antara teman-temannya yang gagah kekar perkasa.
Sebuah gergaji dan palu yang sudah mulai mengarat, menjadi saksi hidupnya.
Dengan topi warna hitam dan alas yang mulai menipis, ia memotong satu persatu
papan berduri di depannya. Sedikit daya tak terasa. Sedikit asa harus tercipta,
untuk hidupnya.
Model jalannya yang mulai
merapuh, lirih menginjak tanah tak hijau namun tak kerontang. Diam, penuh pikir
yang tiada habis. Setiap melihat puing papan-papan berpaku, ia menghela nafas
panjang. Tangan yang layu, kering, mengapal pula, mmembuatnya sedikit terlihat
tak berfungsi, tak berguna. Akan tetapi, “Ffhuuushhhh!!!...”, asap sebuah
penyemangat semu keluar dari mulutnya yang cokelat menuai lelah.
“Pak tua, kenapa kau masih
bekerja?”, Sang Gelap berbicara lewat mulut temannya. Ia seakan tuli dengan
kata orang. Terus meratakan duri-duri yang nampak kasar di permukaan papan yang
ada di depannya. Memaku, memalu,
menggergaji, dan begitu seterusnya. Dan untuk kesekian kalinya,
“Ffhuuushhhh!!!...”, asap motivator terbesarnya kembali lebur dengan udara.
“Mengapa kau berlelah-lelah,
padahal waktumu terhitung jari (mati)”, kata Sang Waktu lewat harimau temannya.
Pak tua tidak lagi tuli, tidak pula mendengar. Ia membisu… Seakan terdiam di
tengah desiran pasir dan hembusan topan yang bergelut di perut langit. Ia
berpegang pada gergaji, palu, dan sebatang pencipta semangat dalam hidupnya.
Cacian itu tak berhenti dari
harimau milik Sang Gelap, dan alarm milik Sang Waktu. Membuat pak tua itu
berwajah temperamental sekaligus emosional. Ia mengeraskan pukulan-pukulannya
pada duri-duri berkarat itu. Ia menyepetken langkahnya, seolah menunjukkan
bahwa dia juga sama dengan teman-temannya. Seakan ia ingin terlihat oleh Sang
Baik, bahwa semua caci dan maki itu bisa ia tangkis. Dan memang iya, “Pak tua,
jerih payahmu adalah hidup mereka. Kerajinanmu adalah harapan mereka.”, tegur
Sang Baik menggema dalam gendang nuraninya.
Ia terlebur lelah, bercampur
marah, tak berharkat serasanya… “Aku BISA!!!...”, teriak pak tua sembari
menekan laju langkah kakinya. Terhenti… iya, ia terhenti…
Terhenti di permukaan papan
berduri. “Arghhhh!!!...”, sakit mulai menjalar sekujur tubuhnya. Darahpun mulai
merah memancar dan tercecer pada alasnya yang tipis dan semakn menipis itu.
“Pak tua, ayo ke PUSKESMAS!”,
teriak salah seorang temannya. “Tidak! Aku pasti bisa!”, jawabnya dengan lirih
dan samar karena mengepulkan asap dari mulutnya. “Bagaimana jika kau kena
Titanus, pak tua? Kau akan mati!.”, kata temannya yang lain. “Aaargghhhhhh!!!”,
ia lepas kuat kakinya dari pemprofokasi Titanus itu. Darahpun mengalir deras
layak air terjun di balik bukit berbatu cadas. Ia ambil kain pembersih kayu-kayunya
tuk digulungkan menutup luka tusukan bervonis Titanus itu. “Keras kepala kau,
pak tua! Masih juga ada waktu, mengapa mau mati? Tidak tahan ya, menjadi
kuli?”, sindir Sang Gelap dalam ucapan salah seorang temannya.
Akankah pak tua menulikan kedua
telinganya, membutakan kedua matanya? Dan membisukan mulutnya yang masih saja
menahan sebatang pengatur semangat dalam kehidupannya? “Huhh, pak tua yang
payah! Kaki sudah terkirakan Titanus, masih saja merokok. Memang ingin mati
ya?”, tanya seorang temannya yang lebih besar pawakannya sembari mengebaskan
topi hitam milik pak tua yang sempat terjatuh saat tertusuk paku tadi.
“Ffhuuussss!!!...”, terdengar
kepulan asap penuh kelegaan. “Aku tidak peduli mati karena Titanus. Yang kalian
omongkan tadi bukan saran bagi saya, tapi itu vonis. Apakah kalian Tuhan yang
Maha Berkehendak atas semua vonis yang datang kepada saya?”, pak tua angkat
bicara. “Aku disini bontang-banting tulang, tertusuk paku. Bahkan jika aku
jatuh dari atas sana, aku tidak berlebih menyeyengkan hal itu. Karena itu
takdirku! Lebih baik seperti ini, dari pada aku melihat istri, anak, dan cucuku
mati terbanting kepiluan karena tak makan hasil payahku!!!”, lanjutnya lugas
memandang setiap mata teman yang ada di depannya.
Sang Gelap, Sang waktu, dan Sang
Baik pun, diam… Namun tetap. “Ffhuuusss!!!...”, begitu ia menghela nafas yang
ia hembuskan kembali beserta kepulan asap yang khas. “Srekk!”, dengan kasar dan
penuh keyakinan ia mengambil topi hitam di tangan seorang temannya. Lihat
lakunya! Kembali gagah, menggenggam palu emasnya. Melangkah dengan kaki
terseret. “Vonis kalian. Tetap kalah dengan ini!”, ujarnya. “Kehidupanku tak
hanya aku. Tapi aku!”. “Aku tak peduli penyebab-penyebab yang mungkin akan
terjadi sesuai di labelnya, saat aku mengonsumsinya. Kemungkinan tetap
kemungkinan. Vonis tetap vonis. Dan takdir tetap milik-Nya!”, jelasnya dengan
menunjukkan sebatang penyemangat semunya, “Rokok”.
Seketika pula, semua tanya,
maki, caci, melebur dengan semangat sosok yang berkulit cokelat kering
menguncup layu itu. Melakukan apa yang tertera pada sepenggal puisi ini,
Kaki yang terpahat, terdiam
Bangunlah! Kejarlah!
Bangun dan kejar
Mimpi yang masih terlempar
Ambil dan berlarilah
Jezz… jezz… jezz… tiinnn… tinn…
Jezz… jezz… tinn… tin…
La la . . . li li . . .
Li li . . . la la . . .
Dan disana lah duniaku,
Dalam penantian keabadian,
Dalam keteduhan impian
“Tokk! Tokk!! Tokk!!!”, ia pukul paku-paku
beracun itu demi kehidupan istri, anak dan cucunya. Dengan sedikit sentuhan
dari sebatang kemudi kehidupannya, ROKOK. “Ffhuuussss!!! Ffhuuulll!!!”, kepulan
asap Sang Pengemudi Kehidupan mengiringi putaran waktu dan kebaikan takdir
Tuhan.
Langganan:
Postingan (Atom)