Sabtu, 01 September 2012

Pendopo Agung

Pendopo Agung, tempat Maha patih Gajah Mada membacakan Sumpah Palapanya
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi,


Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".

Selasa, 14 Agustus 2012

Air Terjun Dlundung, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur

Air terjun Dlundung di Trawas, Pansaan, Kab. Pasuruan, Jawa Timur merupakan salah satu tempat wisata yang menjanjikan kesejukan dan ketenangan bagi kita yang mnyukai air. Alaminya membuat kita yang punya hobi hunting foto bisa mengeksplor keahlian kita dan menimbulkan kepuasan tersendiri :) Visit it!

12 Angka Dari Alif Lam Jalalah_Puisi


12 Angka dari Alif Lam Jalalah
Suci Ika Yuniati_siy
            A            k            u
K                  a                    u
Bersama dalam diri
Menanti jarum ber-
Henti, Apa kata diri,
“mati”……. K – a – u
            A           k             u
            Berdua  dalam  hati
            Menunggu ikrar suci
Apa          kata           diri,            “jadi”
 A k   u       K a  u
Mengatasnamai hati pada Alif Lam Jalalah yang
      bertemu dengan ha’ dhomir                      Entah ridho atau
penyakit hati
Dalam janji, ikrar
dan garansi…Meliputi
cinta yang duniawi
atau abadi
Waktu penentu hari
    Allah pemasti hati… “IYA,
  atau TIDAK”di Bumi –
YAKIN, atau TIDAK di alam ini – IKHLAS, atau TIDAK di akhirat-
nanti.. Waktu, elemen penentu” Sewaktu-waktu.. Kan diam
kekal … Membawa kita menuju rahim gelap kematian……..…
menyesal    me –      nung – gu            ke –     aba –    di –      an

By: Suci Ika Yuniati_siy

Naskah Drama_Legenda Danau Ranu


LEGENDA DANAU RANU
By: Suci Ika Yuniati_siy
ADEGAN 1
(Setting panggung kosong. Suasana desa pada pagi hari. Musik kicauan burung).
Di suatu desa yang subur dan makmur…
Anak 1                  : “Teman – temanku kemana ya? Kok nggak ada semua??? Aku kan pengen main??”
Anak 2 & 3           : “Hay…. Hay… Siti…. Kita main yuk… “
Anak 1                  : “Ayuukkk….”
Anak 2                  : “Kita main apa??”
Anak 3                  : “Main bendan aja… Ayo kamu yang gambar bendan*nya!!”
Anak 2                  : (menggambar)
Anak 1,2,3           : “Hompimpah alaihom gambreng...”
Anak 2                  : “Yee… Aku giliran pertama”
Anak 1                  : “Aku kedua...”
Anak 3                  : “Yaaahhh... Aku yang terakhir...”
Anak 2                  : (melempar kelereng) “huhuhu… kok meleset sih?”
Anak 1                  : “Aahhh… Sini-sini! Sekarang ganti aku yang main...” (lalu main)
“Yee...kelerengnya nggak meleset…”
Anak 3                  : (menjegal kaki anak1)
Anak 1                  : (jatuh karena terjegal kaki anak3), (menangis) “hu.u.u.u…. ”
Anak 2 & 3           : “Ihh...kasian… kasian...”
Anak1: “Huu.u.u.u… Kalian jahat…”
Beberapa detik kemudian emak-emak datang setelah mendengar keributan dari anak-anak mereka.
Emak 1                  : (datang menghampiri anak1)
“Lho,lho, lho kenapa kamu nangis,nduk?? Sudah dibilangin nggak usah main tapi kok   tetap saja… sini-sini sama emak, nduk…”
Anak 1                  : “Iya, mak...”
Emak 2                  : (menghampiri anak2)
“Kamu tidak apa-apa,nduk? Tadi siapa yang nangis?”
Anak 2                  : “Itu tadi si cengeng yang nangis,mak...”
Emak 2                  : “Ya sudah kalian lanjutkan mainnya, emak mau nampeni beras sama mak Muna.”
Anak2                   : “Iya,mak… “
(2 anak tetap melanjutkan main, dan anak 1 duduk bersama ibunya sambil menangis)
Emak 2                  : (menghampiri emak 3)
“Yu’,,sekarang ini harga beras kok semakin mahal ya?? Masa’ satu kilonya Rp.15.000. suami saya itu lho makan satu kilo dihabisin,yu’...”
Emak 3                  : “Astaghfirulloh,yu’… Itu laper atau rakus ya?”
Beberapa detik kemudian……
Bapak 2                : (menghampiri emak2)
“Bu’,bapak berangkat ke sawah dulu ya… Assalamu’alaikum...”
Emak 2                  : “Iya pak, waalaikum salam… Hati-hati,pak...”
Bapak                    3 : (menghampiri emak3)
“Bapak juga berangkat,bu’...”
Emak 3                  : “Iya, pak hati-hati…”
Emak 2                  : “Hehe... Eh yu’ udah siang nih… Kita pulang sekarang saja yu’…”
Emak 3                  : “iya,yu’...”
Emak 2                  : “Nuurr... ayo kita pulang sekarang...”
Anak 2                  : “Iya,maaakk...”
 Anak-anak dan emak kembali ke rumah.
***

ADEGAN 2
Di istana….
Si Mbah                : (khusu’ bertapa)
Lima dayang menari beberapa menit sebagai  bentuk penghormatan terhadap si Mbah. Setelah selesai menari, para dayang segera menuju dapur memasak makanan untuk si Mbah.
Endang Sukarni                 : “Dayang-dayang, sekarang kita masak ya untuk si Mbah?”
(dayang                1)
Odah (dayang 2): “Iya endang.”
Endang                                 : “Baiklah ayo sekarang kita mulai... “
Para dayang memasak… beberapa menit kemudian masakan telah matang.
Endang                                 : “Yani, sekarang kita antarkan makanan ini pada si Mbah...”
Yani (dayang 3) : (berdiri) “iya, Endang…”
Mereka menghampiri si Mbah yang sedang khusu’ bertapa.
Endang                                 :  “Mbah, ini makanannya sudah siap”.
Si Mbah                : “Letakkan saja di situ...”
Yani                        : (meletakkan makanan di depan si Mbah)
Si Mbah                : “Yani, tolong tinggalkan aku dan Endang sendiri disini...”
Yani                        : “Baik, si Mbah…” (berlalu meninggalkan mereka berdua dan kembali ke dapur).
Endang                                 : “Ada hal apakah sehingga si Mbah meminta saya tanpa dayang Yani disini?”
Si Mbah                : “Begini Endang, sebenarnya selama ini aku jatuh cinta padamu. Dan aku akan memberikan sesuatu untukmu.”
Endang                                 : “Terimakasih,si Mbah...”
Si Mbah                : “Ini...aku beri kamu sebuah pisau berpita merah... Pisau ini sakti, namun kau harus berhati-hati meletakkannya. Jangan kau letakkan pisau ini di atas pangkuanmu. Karena jika kau meletakkannya di atas pangkuanmu, maka kau akan melahirkan bayi naga.”
Endang                 : “Baik,si Mbah.... Terimakasih…  Endang akan berusaha menjaga pisau ini baik-baik.”
Si Mbah                : “Baiklah, sekarang panggil dayang-dayang yang lain untuk memandikanku.”
Endang                 : “Baik si Mbah...”
Endang                 : “Dayang-dayang, sekarang kita diperintah oleh si Mbah untuk memandikannya.”
Dayang-dayang : (serempak)
“Iya,Endang…”
(Dayang-dayang menjemput si Mbah untuk dimandikan).
***

ADEGAN 3
Keesokan harinya…
Endang                 : “Dayang-dayang, hari ini kita masak urap-urap* ya?”
Dayang-dayang : “Iya…” (serempak)
Mereka semua sibuk memasak. Endang Sukarni menggunakan pisau yang diberikan oleh si mbah.
Tiba-tiba……
Endang                 : “Dayang Odah, bisa kau bersihkan keringatku? Tanganku yang ini kotor.”
Odah (dayang2 ): “Tanganku juga kotor, dayang… Pakai tanganmu yang satunya saja.”
Endang                 : (meletakkan pisau di atas pangkuannya dan mengusap keringat menggunakan tangan kanannya. Kemudian berdiri sambil memegang perutnya)
“Dayang,perutku kenapa?? Dayang,perutku sakiiiiittttt.”
Endang terjatuh dan para dayang panik. 2 dayang membopong Endang ke kamarnya dan 2 dayang lain tetap berada di tempat.
Inem (Dayang 5): “Mayang, apa yang terjadi dengan Endang?”
Mayang (Dayang 4): “Aku tidak tahu,dayang. Aku tidak mengerti kenapa tadi dia tiba-tiba seperti itu.”
Tiba-tiba si Mbah datang…...
Si Mbah                : “Dayang, tadi aku mendengar suara jeritan, apa yang terjadi?”
Dayang 5              : (memberi penghormatan)
“Tadi Endang tiba-tiba menjerit kesakitan,si Mbah... Setelah ia memotong-motong saat memasak.”
Si Mbah                : “Memotong menggunakan pisau apa?”
Dayang 5              : “Menggunakan pisau yang ada pita merahnya,si Mbah.”
Si Mbah                : “Dasar Endang!! Sudah kubilang jangan meletakkan pisau itu sembarangan,pasti dia meletakkan di atas pangkuannya. Ya sudah,ayo sekarang kita tengok endang.”
***

ADEGAN 4
Di kamar…
Endang                 : “Kenapa hamil ini begitu menyakitkan? Aku tidak kuat. Hamil ini tidak seperti orang biasanya. Perutku sakit sekali.”
Tiba-tiba si Mbah datang…
Si Mbah                : “Dasar kamu!! Kan sudah ku bilang hati-hati meletakkan pisau itu...”
Endang                 : “Tapi saya lupa… Saya tidak sengaja meletakkan pisau itu di atas pangkuan saya.
Si Mbah                : “Alahh...tidak ada kata lupa!!! Semua sudah terlanjur. Sekarang kau akan mendapat hukumannya. Kau akan melahirkan bayi naga.”
Endang                 : “Tidak bisakah si Mbah menghilangkan kutukan ini??”
Si Mbah                : “Tidak bisa!!!!”
Endang                 : “Tolonglah si Mbah,, tolooong!!!!! Perutku sakit sekali. Sepertinya saya mau melahirkan si Mbah….”
Si Mbah                : “Dayang….!!! Cepat ke sini. Bantu Endang melahirkan!!!”
Para Dayang datang membawa peralatan persalinan dan mempersiapkan persalinan Endang).
Dayang 2              : (memangku kepala Endang)
Dayang 3              : (bertugas sebagai bidan)
Dayang 4 & 5      : (menyiapkan kain pembatas)
Dayang 3              : “Ayo Endang... .Sedikit lagi... Tarik nafas... Buang...”
Endang                 : “Hmmff… Hhuuuffftt… Haahhh...”
Dayang 3              : “Ya,bagus. Seperti itu,Endang.”
Endang                 : “Hhuuuffftthh… Aaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrgghhhhhh…...”
“hhoooaaa…ooeeekkk… ooeeeeekkkk…...”
Lahirlah seorang bayi dari Endang Sukarni
Si Mbah                : “Dayang,apa jenis kelaminnya?”
Dayang 3              : “Laki-laki, si Mbah…”
Si Mbah                : “Endang, akan kau beri nama siapa anakmu ini??”
Endang                 : “Akan saya beri nama Joko Baru, si Mbah...”
Si Mbah                : “Aku punya sesuatu untuk anakmu, Endang.” (memberikan sebuah klinthingan).
 Endang                                : “Apa ini,si Mbah??”
Si Mbah                : “Ini adalah sebuah klinthingan*. Klinthingan ini bisa melindungi anakmu. Meskipun ia nanti dibunuh, namun ia takkan mati. Dan pakaikanlah pada kaki anakmu.”
Endang                                 : “Baiklah, terimakasih si Mbah…”
***

ADEGAN 5
Di desa…
Bapak-bapak sedang bekerja memotong kayu, dan ada juga yang menguliti kayu.Emak dan anak-anak sedang berkumpul… Ngerumpi sambil mencari kutu anak mereka masing-masing.
Tiba-tiba….
Emak 2                  : (berbisik-bisik) “eh,yu’,,yu’,,yu’... lihat deh siapa yang lewat? Itu kan dayangnya si Mbah.”
Emak 3                  : “Eh, iya ya, ngapain dia disini? Dan itu... yang sama dia itu siapa?”
Emak 2                  : “Nggak tahu,yu’... Bentar, akan ku liat dia…”
Emak 3                  : “Iya,yu’...”
Emak 2                  : “Ehh…dayang,, dayang… (menghampiri Endang)
“Dayang mau kemana?”
Endang                 : “Saya mau ke sungai, memandikan ini” (menunjuk anak di sampingnya)
Emak2                   : “Eehh... Ini siapa,dayang?”
Endang                 : “Ini anak saya... Namanya Joko Baru.”
Joko Baru : “Caya Joko baluuuu….” (ucapnya masih tidak lantang dalam berbicara)
Emak 2                  : “Waahhh... Lucunya yah... Lho kok ada klinthingannya?? Bagus banget… Gimana kalo kita panggil Baru Klinthing saja…?”
Endang                 : “Iya,boleh... Baru Klinthing.”
Emak 2                  : “Cakepnya yah anak ini”
(lalu membalikkan badan Baru Klinthing,tiba-tiba kaget)
“Hahhh??? Ini apa??? Sisik...?? Bapak-bapak, Ibu-ibu ada manusia bersisik!!!!!!!”
Bapak – bapak & Ibu-ibu : “Mana-mana…?” (ribut melihat manusia bersisik)
Emak 2                  : “Ini...ini, anaknya si Dayang mempunyai sisik... pasti dia anak siluman...”
Bapak 1                                : “Iya benar. Ayo kita hajar siluman ini!!!”
Bapak 2, 3, 4       : “Ayo-ayo!!!! Kita serbu dia!!!” (mengeroyok Baru Klinthing)
Endang                 : (tangannya dipegang oleh ibu-ibu) “Jangaaaaaan… Jangan pukuli anak saya…!!!” (meronta-ronta) “Jangaaaaannnn!!!….”
Bapak – bapak   : (tetap menghajar Baru Klinthing)
Di tengah keributan tersebut, tiba-tiba datanglah pak Kades…
Kades                    : “Tenang,tenang!!! Ada apa ini??? Kenapa semuanya ribut-ribut???!!!”
Bapak 1                                : “Ini pak… Dayangnya si Mbah melahirkan anak siluman!!!”
Bapak 2, 3, 4       : “iya pak. Benar, benar, benar!!!” (menunjuk Baru Klinthing)
Baru Klinthing    : (terkapar)
Kades                    : “Tenang!!! Tenang!!! Tenang semuanya!!! Dayang,apa benar ini anakmu?”
Endang                 : (berlutut pada kades) “Benar,pak... itu anak saya... tolong jangan sakiti dia. Tolong,pak...”
KadeS                   : “Begini saja, kami akan membiarkan kamu dan anakmu tetap hidup asalkan dengan satu syarat!!!”
 Endang                                : “Apa syaratnya,pak?”
Kades                    : “Kau buang anakmu ini ke hutan!!!”
Endang                 : “Buang,pak??? Apa tidak ada cara lain,pak?”
Kades                    : “Tidak!!!”
Endang                 : “Kenapa harus di hutan,pak?? Kami ingin tinggal disini?”
Kades                    : “Sudah!!! Sudah!!! Bubar semuanya!! Ayo, pulang!!!! Pulang, pulang!!!”
Semua warga bubar dan pulang ke rumah masing-masing, kecuali Endang dan anaknya.
 Endang                                : (menghampiri anaknya yang terkapar)
“Anakku,,maafkan ibu nak. Ibu harus membuangmu ke Hutan. Agar kamu tetap hidup. Tak apa-apa ya nak,ya??”
Baru Klinthing    : (berusaha bangun)
Endang                 : “Pelan-pelan,nak…”
***

ADEGAN 6
Di hutan… Baru Klinthing sudah tumbuh menjadi naga dewasa…  Ia hidup sendirian di hutan,, sampai pada suatu hari ada lelaki tua yang buta…
Pak Parmin         : (berjalan membawa tongkat sebagai petunjuk,mencari tempat duduk) “tek, tek, tek… nah,akhirnya ketemu tempat duduknya” (diam sejenak) “andai saja aku bisa melihat, pasti hidupku akan lebih bahagia...”
Baru Klinthing    : “Aku bisa mewujudkannya,pak tua...”
Pak Parmin         : “Hah…. Ssi...siapa itu? Suara siapa itu??”
Baru Klinthing    : “Aku adalah naga yang sedang kau duduki saat ini. Aku bisa menyembuhkan matamu, pak tua...”
Pak Parmin         : “Benarkah??”
Baru Klinthing    : “Benar, tapi dengan satu syarat.”
Pak Parmin         : “Apa syaratnya?”
Baru Klinthing    : “Kamu tidak boleh mengatakan pada siapa pun kalau aku yang menyembuhkan matamu.”
Pak Parmin         : “Baiklah. Aku janji tak akan mengatakannya pada siapapun.”
Baru Klinthing    : “baiklah, kalau begitu ambillah satu sisikku dan usapkan pada kedua matamu,pak tua!!!”
Pak Parmin         : (mengambil satu sisik naga kemudian mengusapkan ke kedua matanya)
Baru Klinthing    : “Bagaimana pak tua?”
Pak Parmin         : “Wahh... Aku bisa melihat... Terimakasih, naga...”
Baru Klinthing    : “Tapi ingat janjimu!!!!”
Pak Parmin         : “Iya,naga. Terimakasih...”
***

ADEGAN 7
Di desa… Kehidupan berlangsung seperti biasa… Bapak-bapak bekerja bersama, anak-anak bermain di sekitarnya...
Anak 1                  : “eh, main... teman-teman”
Anak 3                  : “Pur sepuran, ndog endog’an*… ayo kamu yang kena”
Anak 2                  : “Iihhh... Kok kena sihh???”
Anak 1                  : “Main,main... Aku mau ikutan main,, aku kok nggak diajak sih??!!”
Anak 3                  : “Ya, ayo kalo mau ikutan... sini. Jangan cengeng...”
Tiba-tiba….
“Krincing, krincing….krincing...”
Anak 2                  : “Teman-teman,suara apa tadi ya?”
Anak 3                  : “Sepertinya suara koin jatuh…” (menegok ke sumber suara)
“Ehh...hah... temen-temen, itu kan... pak parmin?”
Anak 2                  : “Iya, itu kan pak parmin yang buta? Sekarang kok bisa melihat?” (berlari menghampiri bapak)
“Bapaaakkk,,bapak... Pak Parmin bisa melihat... Pak Parmin bisa melihat…”
Bapak 2                                : “Bapak-bapak, pak Parmin bisa melihat!!!”
Bapak 1, 3, 4       : (mendekati pak Parmin)
Bapak 3                                : “Pak Parmin,kenapa bapak tiba-tiba bisa melihat?? Dulu bapak kan buta?”
Bapak 4                                : “Pasti pakai dukun ya!!!”
Bapak 1                                : “Iya,benar… Pasti pakai dukun!!! Ayo ngaku saja,paakk”
Pak Parmin         : “Tidak... Saya nggak pake dukun.”
Bapak 3                                : “Lalu pakai apa?”
Pak Parmin         : “Hmmm… Sebenarnya saya… Mata saya disembuhkan oleh naga.”
Bapak 3                                : “Naga apa?? Pasti pak Parmin bohong!!!”
Bapak 1                                : “Iya, pasti pak parmin bohong. Ayo kita pukuli dia!!!”
Bapak 2                                : “Iya,ayo!!!”
Pak Parmin dikeroyok oleh bapak-bapak.
Tiba-tiba…
Kades                    : “Diam!!!! Diam!!! Ada apa ini?? Sesama Warga kok tidak bisa rukun!! ”
Bapak 3                                : “Ini pak. Pak parmin bilang ada naga yang bisa menyembukan matanya!!”
Bapak 2                                : “Pasti dia bohong,pak!!!”
Pak Parmin         : “Tidak,pak... Saya tidak bohong...”
Kades                    : “Ya sudah, pak Parmin pulang saja. Bapak-bapak juga segera pulang ke rumah, panggil ibu-ibu untuk datang ke sini. Sebentar lagi saya akan memberikan pengumuman.”
Bapak – bapak   : (serempak) “Iya,pak...”
Bapak 1, 2, 3       : “Ibuuu…. Ayo keluar!!! Dipanggil pak Kades!!! Pak kades mau memberi pengumuman!!!”
Emak – emak     : “Iya,paaaakkkk” (serempak)
Kades                    : “Terimakasih, bapak-bapak dan ibu-ibu sudah berkenan kumpul dalam acara ini. Sekarang saya akan memberikan pengumuman. Sebentar lagi kita akan mengadakan Selamatan Desa. Bapak-bapak diharapkan untuk mencari hewan buruan di hutan. Untuk ibu-ibunya nanti memasak hewan hasil buruan tersebut. Dan anak-anaknya membantu ibunya di dapur.”
Bapak, ibu, anak: (serempak) “Iya,pak Kades….”
***

ADEGAN 8
Di hutan….
Bapak 3                                : “Bagaimana,pak? Sudah dapat hewan buruannya?”
Bapak 2                                : “Belum,pak... Saya sudah keliling hutan ini, tapi tetap saja belum menemukan. Kalau bapak gimana?? Belum ketemu juga??”
Bapak 1                                : “Iya,sama. Saya juga belum nemu,pak…”
Bapak 4                                : “Ya sudahlah daripada ribut, lebihbaik kita duduk disini saja dulu. Istirahat sebentar.”
Bapak 2                : “Iya,pak. Benar. Lelah sekali hari ini...” (tangan mengusap keringat yang ada di dahi. Setelah itu, tangannya tiba-tiba menyentuh sesuatu)
“Bapak-bapak, coba lihat ini?”
Bapak 1                                : “Hah? Naga? Besar sekaliiii”
Bapak 3                                : “Pak,pak... Jangan-jangan ini naga yang diceritakan pak parmin waktu itu...”
Bapak 4                                : “iIya,kemungkinan besar seperti itu...”
Bapak 3                : “Bagaimana kalau kita bunuh saja naga ini. Kita serahkan kepada pak kades untuk selamatan desa nanti. Bagaimana?? Setuju??”
Bapak 1, 2, 4       : “SETUJUUU…”
Bapak 3                                : “Ssssssstttttt…… Jangan ramai-ramai,pak... Nanti naganya bangun.”
Bapak 2                                : “Baiklah,ayo sekarang kita potong dulu lehernya, agar dia tidak kabur.”
Bapak 2, 3, 4       : (memegang kaki naga, agar tidak kabur)
Bapak 1                                : (memotong leher) “Sudah,pak. Ayo kita bawa ke rumah.”
Bapak 2, 3 ,4       : (membawa naga tersebut ke desa) “Pak kades, kami sudah dapat hewan buruannya.”
Kades                    : “Baiklah, segeralah kalian olah daging naga tersebut menjadi mekanan yang lezat.”
Bapak 2, 3, 4       : “Baik,pak” (membawa naga itu ke rumah).
***


ADEGAN 9
Di acara selamatan desa… Pak kades,bapak-bapak,ibu-ibu serta pak Parmin berkumpul di pendopo desa)
Pak Kades           : “Ibu Halimah,tolong undang juga si Mbah dan dayang-dayangnya!”
Ibu Halimah        : “Baik,pak kades.” (pergi ke tempat si Mbah)
Beberapa menit kemudian, yang diundang telah datang dan berkumpul bersama warga lain.
Pak kades            : “Assalamualaikum wr.wb….”
Semua warga     : “Wa’alaikumsalam wr.wb….”
Pak kades            : “Terima kasih bapak-bapak, ibu-ibu, dayang dan si Mbah telah hadir dalam selamatan ini. Untuk mengawali acara ini mari kita menyanyikan lagu tradisional.”
Bapak-bapak mulai memukul alat musik yang telah disiapkan sedangkan yang lain menyanyi lagu “Fajar Lagu”*
Pak Kades           : “ Untuk acara selanjutnya adalah pembacaan do’a yang akan di pimpin oleh Bpk. Kartono.”
Pak Kartono (bapak 2): “Bismillahirrohmanirrohim…... alhamdulillahirobbil alamin...”
Pak Kades           : “Acara selanjutnya pembagian hidangan. Ibu-ibu, silahkan dibagi hidangannya….”
Ibu Halimah        : (membagi hidangan)
Semua warga     : (makan hidangan yang telah dibagikan)
Anak 2                  : “Mak, kok enak sekali makanannya. Ini daging apa,mak?”
Ibu 2                      : “Tidak tahu. Tanyakan bapak saja…! Bapak,ini daging apa kok enak,pak???”
Bapak 2                                : “Ini daging naga di hutan….”
Endang                 : (kaget) “Apa??!!! daging naga di hutan???? Kalian ini bodoh atau bagaimana?? Kalian kan tahu, naga itu adalah anak saya….!!!!!”
Baru Klinthing    : (muncul)
“Wahahahahahaha…. Aku,, Joko Baru, Baru Klinthing… kau,kau, dan kau (menunjuk bapak-bapak),yang telah membunuhku!!!! Dan sekarang aku yang telah membunuh kalian semua!!!!!”
Semua warga     : (takut) “Aaahhhhhhhhhhhhhh”
Pak Kades           : “Bapak-bapak, ayo, bunuh dia!!!!”
Bapak – bapak   : (berdiri dan bersiap untuk menyerang)
Baru Klinthing    : “Tunggu!!!!! Kalian boleh membunuhku tapi dengan satu syarat!!!!” (menancapkan lidi ke tanah)
“Siapa yang bias mencabut lidi ini, dia yang boleh membunuhku!!!!”
Pak Kades           : “Hanya sebatang lidi ini???” (maju mencabut lidi, menyerah)
Baru Klinthing    : “Hahahaha…”
Bapak 3                                : “Saya akan mencoba!!!!” (mencoba mencabut)
“Bapak-bapak,bisa bantu saya!!!!”
Bapak 1, 2, 4       : “Baik pak...” (membantu bapak3)
Semua bapak     : (berusaha mencabut dengan sekuat tenaga kemudian bapak2 terjatuh)
Bapak 3                                : “Bapak-bapak saja tidak bisa. Apalagi ibu-ibu???”
Endang                 : “Aku bisa!!!” (berdiri,lalu maju) 
Bapak 3                                : “Mana mungkin bisa kau mencabutnya???”
Kades                    : “Sombong!!!”
Baru Klinthing    : (menghampiri Endang) “Emak???”
Endang                 : (maju mendekati lidi)
Semua warga     : (tegang)
Endang                 : (memegang dan berhasil mencabut lidi)
Tiba-tiba air keluar dari tanah tempat lidi tersebut tertancap…. Semakin lama air semakin banyak hingga menenggelamkan semua warga… Dan tempat tersebut menjadi sebuah danau yang diberi nama danau Ranu...
Konon, sampai saat ini, Endang Sukarni dan Baru Klinthing menjadi penguasa danau Ranu…. Dan semua warga menjadi ikan lempuk*.



Sebatang Kemudi Kehidupan_cerpen


SEBATANG KEMUDI KEHIDUPAN
10/11 2011 ; 07.51:4’
Suci Ika Yuniati_siy                       

                Jalan… Ia berjalan dan berjalan… Berjalan dengan beban kehidupan yang menghiasi di pundaknya. Berjalan dengan prinsip “Yang Rajin Kan Bertahan”. Apa yang ia dapat? Upah? “Tak sebanding”. Belum lagi caci dan maki yang datang dan pergi.
                Dia, tubuh rentan menua. Kulit mengapal, kaku teraba. Kecil di antara teman-temannya yang gagah kekar perkasa. Sebuah gergaji dan palu yang sudah mulai mengarat, menjadi saksi hidupnya. Dengan topi warna hitam dan alas yang mulai menipis, ia memotong satu persatu papan berduri di depannya. Sedikit daya tak terasa. Sedikit asa harus tercipta, untuk hidupnya.
                Model jalannya yang mulai merapuh, lirih menginjak tanah tak hijau namun tak kerontang. Diam, penuh pikir yang tiada habis. Setiap melihat puing papan-papan berpaku, ia menghela nafas panjang. Tangan yang layu, kering, mengapal pula, mmembuatnya sedikit terlihat tak berfungsi, tak berguna. Akan tetapi, “Ffhuuushhhh!!!...”, asap sebuah penyemangat semu keluar dari mulutnya yang cokelat menuai lelah.
                “Pak tua, kenapa kau masih bekerja?”, Sang Gelap berbicara lewat mulut temannya. Ia seakan tuli dengan kata orang. Terus meratakan duri-duri yang nampak kasar di permukaan papan yang ada  di depannya. Memaku, memalu, menggergaji, dan begitu seterusnya. Dan untuk kesekian kalinya, “Ffhuuushhhh!!!...”, asap motivator terbesarnya kembali lebur dengan udara.
                “Mengapa kau berlelah-lelah, padahal waktumu terhitung jari (mati)”, kata Sang Waktu lewat harimau temannya. Pak tua tidak lagi tuli, tidak pula mendengar. Ia membisu… Seakan terdiam di tengah desiran pasir dan hembusan topan yang bergelut di perut langit. Ia berpegang pada gergaji, palu, dan sebatang pencipta semangat dalam hidupnya.
                Cacian itu tak berhenti dari harimau milik Sang Gelap, dan alarm milik Sang Waktu. Membuat pak tua itu berwajah temperamental sekaligus emosional. Ia mengeraskan pukulan-pukulannya pada duri-duri berkarat itu. Ia menyepetken langkahnya, seolah menunjukkan bahwa dia juga sama dengan teman-temannya. Seakan ia ingin terlihat oleh Sang Baik, bahwa semua caci dan maki itu bisa ia tangkis. Dan memang iya, “Pak tua, jerih payahmu adalah hidup mereka. Kerajinanmu adalah harapan mereka.”, tegur Sang Baik menggema dalam gendang nuraninya.
                Ia terlebur lelah, bercampur marah, tak berharkat serasanya… “Aku BISA!!!...”, teriak pak tua sembari menekan laju langkah kakinya. Terhenti… iya, ia terhenti…
                Terhenti di permukaan papan berduri. “Arghhhh!!!...”, sakit mulai menjalar sekujur tubuhnya. Darahpun mulai merah memancar dan tercecer pada alasnya yang tipis dan semakn menipis itu.
                “Pak tua, ayo ke PUSKESMAS!”, teriak salah seorang temannya. “Tidak! Aku pasti bisa!”, jawabnya dengan lirih dan samar karena mengepulkan asap dari mulutnya. “Bagaimana jika kau kena Titanus, pak tua? Kau akan mati!.”, kata temannya yang lain. “Aaargghhhhhh!!!”, ia lepas kuat kakinya dari pemprofokasi Titanus itu. Darahpun mengalir deras layak air terjun di balik bukit berbatu cadas. Ia ambil kain pembersih kayu-kayunya tuk digulungkan menutup luka tusukan bervonis Titanus itu. “Keras kepala kau, pak tua! Masih juga ada waktu, mengapa mau mati? Tidak tahan ya, menjadi kuli?”, sindir Sang Gelap dalam ucapan salah seorang temannya.
                Akankah pak tua menulikan kedua telinganya, membutakan kedua matanya? Dan membisukan mulutnya yang masih saja menahan sebatang pengatur semangat dalam kehidupannya? “Huhh, pak tua yang payah! Kaki sudah terkirakan Titanus, masih saja merokok. Memang ingin mati ya?”, tanya seorang temannya yang lebih besar pawakannya sembari mengebaskan topi hitam milik pak tua yang sempat terjatuh saat tertusuk paku tadi.
                “Ffhuuussss!!!...”, terdengar kepulan asap penuh kelegaan. “Aku tidak peduli mati karena Titanus. Yang kalian omongkan tadi bukan saran bagi saya, tapi itu vonis. Apakah kalian Tuhan yang Maha Berkehendak atas semua vonis yang datang kepada saya?”, pak tua angkat bicara. “Aku disini bontang-banting tulang, tertusuk paku. Bahkan jika aku jatuh dari atas sana, aku tidak berlebih menyeyengkan hal itu. Karena itu takdirku! Lebih baik seperti ini, dari pada aku melihat istri, anak, dan cucuku mati terbanting kepiluan karena tak makan hasil payahku!!!”, lanjutnya lugas memandang setiap mata teman yang ada di depannya.
                Sang Gelap, Sang waktu, dan Sang Baik pun, diam… Namun tetap. “Ffhuuusss!!!...”, begitu ia menghela nafas yang ia hembuskan kembali beserta kepulan asap yang khas. “Srekk!”, dengan kasar dan penuh keyakinan ia mengambil topi hitam di tangan seorang temannya. Lihat lakunya! Kembali gagah, menggenggam palu emasnya. Melangkah dengan kaki terseret. “Vonis kalian. Tetap kalah dengan ini!”, ujarnya. “Kehidupanku tak hanya aku. Tapi aku!”. “Aku tak peduli penyebab-penyebab yang mungkin akan terjadi sesuai di labelnya, saat aku mengonsumsinya. Kemungkinan tetap kemungkinan. Vonis tetap vonis. Dan takdir tetap milik-Nya!”, jelasnya dengan menunjukkan sebatang penyemangat semunya, “Rokok”.
                Seketika pula, semua tanya, maki, caci, melebur dengan semangat sosok yang berkulit cokelat kering menguncup layu itu. Melakukan apa yang tertera pada sepenggal puisi ini,
Kaki yang terpahat, terdiam
Bangunlah! Kejarlah!
Bangun dan kejar
Mimpi yang masih terlempar
Ambil dan berlarilah

Jezz… jezz… jezz… tiinnn… tinn…
Jezz… jezz… tinn… tin…
La         la . . .                li          li . . .
Li                     li . . .                 la                     la . . .
Dan disana lah duniaku,
Dalam penantian keabadian,
Dalam keteduhan impian

            “Tokk! Tokk!! Tokk!!!”, ia pukul paku-paku beracun itu demi kehidupan istri, anak dan cucunya. Dengan sedikit sentuhan dari sebatang kemudi kehidupannya, ROKOK. “Ffhuuussss!!! Ffhuuulll!!!”, kepulan asap Sang Pengemudi Kehidupan mengiringi putaran waktu dan kebaikan takdir Tuhan.